Manusia tercipta sebagai makluk paling sempurna. Secara logika memang demikian faktanya. Kesempurnaan itu melekat didalam namanya. Manusia, adalah MANUnggalnya SIApa saja. Semua unsur alam ada bersamanya. Ketika manusia membenci salah satu unsur yang ada di alam, sedikit demi sedikit, ia menggerogoti kesempurnaannya sendiri. Ketika ia menyakiti salah satu dari unsur alam, ia seperti menyimpan benih kanker bersemayam di dalam tubuhnya. Rasa kesal, rasa benci, rasa dendam kepada apa dan siapapun adalah sikap negatif mengurangi mutu kesempurnaan kita.
Sepanjang perjalanan hidup, manusia akan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan. Maka manusia perlu pertahanan diri yang kokoh, agar semua fenomena yang dihadapi tetap terkontrol, sehingga terjaga dari upaya mengikis kesempurnaan predikat. Kesempurnaan itu akan terus teruji hingga setiap mengalami perpindahan alamnya, ia tetap berada di Maqom kesempurnaan. Lalu bagaimana mengukur bahwa manusia senantiasa ada dalam kesempurnaan. Ukurannya adalah seluruh isi alam memuji dan memuliakannya.
Kita bisa membuat perumpamaan sebuah mobil mewah yang baru saja keluar dari pabrik. Mobil itu dibuat dari bahan yang terpilih. Ia dirakit dengan standart mutu pengerjaan yang terkontrol. Dilengkapi buku manual perawatan yang disiapkan, sewaktu2 terjadi kerusakan. Jika harus mengganti dengan komponen yang rusak, komponen yang baru itupun harus terjaga mutunya. Kesempurnaan itu tidak serta Merta terjadi tanpa proses dan kerja kontinyu. Begitulah menjaga kesempurnaan, hingga manusia layak menjadi penghuni nirwana tempat bagi manusia yang menjaga kesempurnaan sepanjang hayatnya.
Manusia terjadi dari manusia juga. Kedua orang tua pencipta generasi baru bertanggungjawab atas mutu bahan baku ciptaannya. Orang tua bermutu, akan melahirkan generasi bermutu. Maka sangat penting menjaga karakter, sebab watak itu akan terbawa kepada anak yang diciptakan. Mendidik anak untuk menjadi tetap sempurna, dimulai dari orang tua mulia, yang mendidik anak dengan cara mulia. Itulah sebabnya ukuran iman adalah kebaktian anak kepada leluhurnya masing2. Dari leluhur itulah, kemuliaan didapatkan.
Selanjutnya, dalam merawat kesempurnaan, setiap manusia dididik mencintai alam semesta beserta isinya. Unsur manusia dipenuhi semua unsur alam. Mencintai isi alam, hakekatnya mencintai dirinya. Manusia yang tidak berkasih sayang dengan isi alam, ia sedang berupaya menistakan dirinya. Lalu bagaimana nasib manusia yang merasa benar, lalu menuding nuding orang lain, salah. Itu pun penyakit hati yang akan menjatuhkan martabat kesempurnaannya. Sempurna menjaga diri itu vital. Fokus kepada diri masing-masing dan tidak perlu mengurusi kesempurnaan orang. Baik dan buruk kelakuan manusia adalah tanggung jawab diri.
Sepanjang perjalanan hidup, manusia akan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan. Maka manusia perlu pertahanan diri yang kokoh, agar semua fenomena yang dihadapi tetap terkontrol, sehingga terjaga dari upaya mengikis kesempurnaan predikat. Kesempurnaan itu akan terus teruji hingga setiap mengalami perpindahan alamnya, ia tetap berada di Maqom kesempurnaan. Lalu bagaimana mengukur bahwa manusia senantiasa ada dalam kesempurnaan. Ukurannya adalah seluruh isi alam memuji dan memuliakannya.
Kita bisa membuat perumpamaan sebuah mobil mewah yang baru saja keluar dari pabrik. Mobil itu dibuat dari bahan yang terpilih. Ia dirakit dengan standart mutu pengerjaan yang terkontrol. Dilengkapi buku manual perawatan yang disiapkan, sewaktu2 terjadi kerusakan. Jika harus mengganti dengan komponen yang rusak, komponen yang baru itupun harus terjaga mutunya. Kesempurnaan itu tidak serta Merta terjadi tanpa proses dan kerja kontinyu. Begitulah menjaga kesempurnaan, hingga manusia layak menjadi penghuni nirwana tempat bagi manusia yang menjaga kesempurnaan sepanjang hayatnya.
Manusia terjadi dari manusia juga. Kedua orang tua pencipta generasi baru bertanggungjawab atas mutu bahan baku ciptaannya. Orang tua bermutu, akan melahirkan generasi bermutu. Maka sangat penting menjaga karakter, sebab watak itu akan terbawa kepada anak yang diciptakan. Mendidik anak untuk menjadi tetap sempurna, dimulai dari orang tua mulia, yang mendidik anak dengan cara mulia. Itulah sebabnya ukuran iman adalah kebaktian anak kepada leluhurnya masing2. Dari leluhur itulah, kemuliaan didapatkan.
Selanjutnya, dalam merawat kesempurnaan, setiap manusia dididik mencintai alam semesta beserta isinya. Unsur manusia dipenuhi semua unsur alam. Mencintai isi alam, hakekatnya mencintai dirinya. Manusia yang tidak berkasih sayang dengan isi alam, ia sedang berupaya menistakan dirinya. Lalu bagaimana nasib manusia yang merasa benar, lalu menuding nuding orang lain, salah. Itu pun penyakit hati yang akan menjatuhkan martabat kesempurnaannya. Sempurna menjaga diri itu vital. Fokus kepada diri masing-masing dan tidak perlu mengurusi kesempurnaan orang. Baik dan buruk kelakuan manusia adalah tanggung jawab diri.
Terimakasih
www.pusatgurahjakarta.com
0 comments:
Post a Comment