Jika kita teliti dengan cermat, redapat ribuan agama tersebar di dunia. Dengan banyaknya agama, menggambarkan bahwa banyak cara manusia ingin menemukan jalan kesempurnaan hidup. Menurut masing2 keyakinan, cara yang dirumuskan merupakan idealisme yang terbaik. Jika saja setiap manusia mampu dan mau menemukan agama, tidak ada yang melarang dan menyalahkan. Sebab menentukan cara mencapai kedamaian hati adalah hak individual, bahkan tanpa harus menggunakan agama sekalipun. Maka bukan aib, seseorang dikatakan spiritualis tanpa beragama.
Agama hanyalah sebuah istilah yang dipublikasikan sebagai nama untuk pemujaan manusia kepada Tuhan. Tanpa melalui agama, manusia boleh mengekspresikan dirinya dalam memahami pujaannya kepada Tuhan. Sebab Tuhan tetap manjing didalam diri setiap manusia tanpa kenal agama. Memang akan ada klaim suatu keyakinan yang menganggap bahwa cara itu tidak sah. Namun hubungan manusia dengan Tuhan adalah hak individual yang tidak perlu pengesahan dari orang lain. Terbukti, ketika datang kematian, tanggungjawab keyakinan itu bersifat individual bukan jamaah agamanya.
Lalu mengapa di negara ini hanya ada enam agama yang disahkan negara. Sedangkan Pancasila hanya menyebut kata Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak ada pembatasan, namun banyaknya keyakinan itu harus mengutamakan persatuan dan kesatuan. Kesepakatan itu tidak lepas dari konspirasi politik antar negara. Ada indikasi keterlibatan oknum yang ketika itu memiliki kecenderungan politik dengan negara asal agama. Tapi anehnya, justru agama/kepercayaan asli negeri ini tidak diakui. Dengan cara itu, agama luar bisa eksis di negeri ini.
Sejak semula, bumi Nusantara ini menjalankan sistem integral antara negara dengan kepercayaan/agama. Raja adalah perwakilan sistem ketuhanan yang melekat dalam kehidupan sosial dan politik. Tidak memisahkan antara mengikuti agama dan negara. Dengan cara ini, tidak terjadi konflik horizontal yang menghambat hubungan sosial yang berbeda keyakinannya. Hal ini terbukti, setelah kerajaan kemasukan ajaran dari negara lain, justru terjadi perebutan kekuasaan dan berdampak penenggelaman nilai2 luhur negeri ini hingga saat ini. Namun, masyarakat dibutakan dengan realitas sejarah kelam ini.
Sayangnya, masyarakat saat ini sudah ikut tenggelam pemahamannya dalam penjajahan terselubung. Leluhur yang telah mengukir jiwa raga kita dinistakan dan diharamkan berkembang di negeri sendiri. Seperti tamu dirumah sendiri. Nilai2 budaya, seni, berbahasa, berpakaian, sikap dan perilaku sehari2 tidak lagi mencerminkan nilai luhur negeri ini. Semua dianggapnya sebagai bentuk kemajuan spiritual, bukan pengkhianatan kepada orang tua yang dianggap musrik dan sirik. Semoga menjadi perenungan bersama, agar meredam gejolak alam yang menyaksikan ketidakadilan ini.
Agama hanyalah sebuah istilah yang dipublikasikan sebagai nama untuk pemujaan manusia kepada Tuhan. Tanpa melalui agama, manusia boleh mengekspresikan dirinya dalam memahami pujaannya kepada Tuhan. Sebab Tuhan tetap manjing didalam diri setiap manusia tanpa kenal agama. Memang akan ada klaim suatu keyakinan yang menganggap bahwa cara itu tidak sah. Namun hubungan manusia dengan Tuhan adalah hak individual yang tidak perlu pengesahan dari orang lain. Terbukti, ketika datang kematian, tanggungjawab keyakinan itu bersifat individual bukan jamaah agamanya.
Lalu mengapa di negara ini hanya ada enam agama yang disahkan negara. Sedangkan Pancasila hanya menyebut kata Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak ada pembatasan, namun banyaknya keyakinan itu harus mengutamakan persatuan dan kesatuan. Kesepakatan itu tidak lepas dari konspirasi politik antar negara. Ada indikasi keterlibatan oknum yang ketika itu memiliki kecenderungan politik dengan negara asal agama. Tapi anehnya, justru agama/kepercayaan asli negeri ini tidak diakui. Dengan cara itu, agama luar bisa eksis di negeri ini.
Sejak semula, bumi Nusantara ini menjalankan sistem integral antara negara dengan kepercayaan/agama. Raja adalah perwakilan sistem ketuhanan yang melekat dalam kehidupan sosial dan politik. Tidak memisahkan antara mengikuti agama dan negara. Dengan cara ini, tidak terjadi konflik horizontal yang menghambat hubungan sosial yang berbeda keyakinannya. Hal ini terbukti, setelah kerajaan kemasukan ajaran dari negara lain, justru terjadi perebutan kekuasaan dan berdampak penenggelaman nilai2 luhur negeri ini hingga saat ini. Namun, masyarakat dibutakan dengan realitas sejarah kelam ini.
Sayangnya, masyarakat saat ini sudah ikut tenggelam pemahamannya dalam penjajahan terselubung. Leluhur yang telah mengukir jiwa raga kita dinistakan dan diharamkan berkembang di negeri sendiri. Seperti tamu dirumah sendiri. Nilai2 budaya, seni, berbahasa, berpakaian, sikap dan perilaku sehari2 tidak lagi mencerminkan nilai luhur negeri ini. Semua dianggapnya sebagai bentuk kemajuan spiritual, bukan pengkhianatan kepada orang tua yang dianggap musrik dan sirik. Semoga menjadi perenungan bersama, agar meredam gejolak alam yang menyaksikan ketidakadilan ini.
Terimakasih
www.pusatgurahjakarta.com
0 comments:
Post a Comment